Senin, 10 November 2014

Kinerja Mengajar Guru

Michael G. Fullan mengemukakan bahwa ”educational change depends on what  teacher  do  and  think  ...  .”(Suyanto  &  Djihad  Hisyam,  2000:206). Pendapat  tersebut  mengisyaratkan  bahwa  perubahan  dan  pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung pada penguasaan kompetensi guru. Pada  tingkatan  institusional  dan  instruksional  guru  berada  di  lapisan terdepan berhadapan langsung dengan peserta didik dan masyarakat. Dilihat dari posisinya itu, guru merupakan unsur penentu utama bagi keberhasilan pendidikan.
Menurut Jones, Jenkin dan Lord (2006: 3), kinerja didefinisikan sebagai “performance means both behaviours and result, behaviours emanate from the performer and transform performance from abstraction to action”. Kinerja didefinisikan sebagai bentuk perilaku dan hasil, perilaku muncul dari seseorang kemudian merubah dari yang abstrak menjadi tindakan. Kinerja  merupakan  terjemah  dari  bahasa  inggris work  performance atau job  performance atau performance saja.  Dalam  kamus  besar  bahasa indonesia “  Kinerja  adalah suatu  yang dicapai, prestasi  yang diperlihatkan dalam kemampuan kerja.” (Depdiknas, 2003).
Kinerja sangat berkaitan dengan hasil kerja. Menurut Mulyasa (2003: 136) kinerja atau  performansi  dapat  diartikan  sebagai  prestasi  kerja,  pelaksanaan  kerja, pencapaian  kerja,  hasil  kerja  atau  unjuk  kerja. Selanjutnya   Hasibuan (2007:94)  menyimpulkan  kinerja  atau  prestasi  kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya  yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam menilai prestasi kerja tidak hanya dilihat dari hasil, melainkan juga dari proses pengerjaan serta waktu yang digunakan
Cheng (2005, 47) “ teacher performance is determined by the interaction between teacher competence, curriculum characteristics, and school organizational environment. External teacher education, school based teacher education, and pre-existing teacher characteristics can contribute to teacher competence”. Kinerja guru ditentukan oleh hubungan antara kompetensi guru, karakteristik kurikulum, dan lingkungan organisasi sekolah. Pendidikan eksternal guru, pendidikan dasar guru, dan karakter guru dapat memberikan pengaruh terhadap kompetensi guru.
Dari  beberapa  pendapat  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  yang dimaksud  dengan  kinerja  guru  adalah  hasil  kerja  atau  kemampuan  kerja yang  dapat  dicapai  oleh  seorang  guru dalam mengelola proses belajar mengajar yang  sesuai  dengan  tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan. Kinerja  mengajar  guru  yang  baik  jika  guru  telah  melakukan  unsur-unsur  yang  terdiri  dari  kesetiaan  dan  komitmen  yang  tinggi  pada  tugas mengajar,  menguasai  dan  mengembangkan  bahan  pelajaran,  kedisiplinan dalam  mengajar  dan  tugas  lainnya,  kreativitas  dalam  melaksanakan pengajaran,  kerjasama  dengan  semua  warga  sekolah,  kepemimpinan  yang menjadi  panutan  siswa,  kepribadian  yang  baik,  jujur  dan  objektif  dalam membimbing siswa, serta tanggung jawab terhadap tugasnya. Kinerja guru menunjukkan kemampuan dalam mengintegrasikan tujuan, materi, metode, sarana dan prasarana, sumber belajar dan unsur-unsur lainnya yang dapat mendukung dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya melalui Depdiknas terus menerus berupaya melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan. Kebijakan pemerintah untuk memperbaiki dan menata mutu guru di Indonesia diatur dalama Undang-Undang Nomor  14  Tahun  2005  tentang  guru  dan  dosen,  dan  Peraturan  Pemerintah Nomor 19  Tahun  2005  tentang  Standar  Nasional  Pendidikan.
Undang-Undang Nomor  14  Tahun  2005  tentang  guru  dan  dosen,  diatur kompetensi yang wajib dikuasai oleh guru yaitu: (1) kompetensi pedagogik, yaitu  kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan karakteristik siswa dilihat dari berbagai aspek seperti moral, emosional dan intelektual; (2) kompetensi kepribadian, merupakan kemampuan kepribadian yang mantap,  stabil,  dewasa,  arif  dan  bijaksana,  berwibawa,  berahlak  mulia, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, megevaluasi kinerja sendiri dan mengembangkan secara berkelanjutan; (3) kompetensi sosial, yaitu kemampuan guru dalam kehidupan bermasyarakat yang mencakup kemampuan lisan dan tulisan, kemampuan menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara professional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, orang tua, sesame pendidik maupun dengan tenaga kependidikan, serta kemampuan bergaul secara santun dalam masyarakat; (4) kompetensi professional, merupakan  kemampuan  penguasaan materi  secara  luas  dan  mendalam  yang  memungkinkan  membimbing peserta didik memenuhi standar nasional pendidikan.
Terkait dengan kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh guru, maka harus memiliki kemampuan yang berkenaan dengan aspek-aspek sebagai berikut: (1) penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual; (2) penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik; (3) mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pembelajaran yang diampu; (4) menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik; (5) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi; (6) memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki; (7) berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik; (8) melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran; dan (9) melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
Adapun yang terkait dengan kompetensi kepribadian, guru harus memenuhi aspek-aspek berikut:  (1) bertindak sesuai dengan norma agam, hukum, sosial dan kebudayaan nasional indonesia; (2) menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (3) meanmpilkan diri sebagai sebagai pribadi yang mantap, stabil dewasa, arif dan berwibawa; (4) menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru dan rasa percaya diri; dan (5) menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Kriteria kinerja guru yang harus dilakukan dalam aspek kompetensi sosial adalah: (1) bertindak obyektif dan tidak diskriminatif; (2) berkomunikasi secara empatik, efektif, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat; (3) beradaptasi dengan tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keberagaman sosial budaya; (4) berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
Guru  yang  profesional  adalah  guru   yang  mempunyai  keahlian  baik menyangkut  materi  keilmuan  yang  dikuasai  maupun  keterampilan metodologinya.  Keahlian  yang  dimiliki  guru  profesional  diperoleh  melalui suatu  proses  peningkatan  kemampuan  seperti  pendidikan  dan  latihan  yang diprogramkan dan terstuktur secara khusus.
Kinerja mengajar guru dalam proses pembelajaran dapat diamati dari aspek-aspek: (1) menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu; (2) menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran./bidang keilmuan yang diampu; (3) mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif; (4) mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif; dan (5) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Kinerja mengajar guru dalam pembelajaran praktik yang baik jika telah melakukan unsur-unsur yang terdiri dari: (1) pemilihan dan pemanfaatan metode yang tepat untuk pengelolaan pembelajaran yang berstandar industri dan dunia kerja; (2) pemilihan dan pemanfaatan fasilitas pembelajaran; (3) pemanfaatan dan pemilihan media yang tepat; (4) strategi dalam pendekatan pembelajaran berupa kemampuan untuk meningkatkan kreatifitas siswa dan memotivasi siswa dengan baik; (5) keterampilan menilai hasil belajar siswa. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk memperoleh keterampilan tertentu, pengetahuan, sikap dan juga siswa menyenangi pembelajaran yang dilaksanakan sehingga guru harus mampu mengelola agar suasana seperti itu dapat tercapai.

Sarana dan Prasarana SMK



Menurut Soetjipto (2004: 170) sarana dan prasarana pendidikan adalah semua benda bergerak maupun tidak bergerak yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sarana  dan  prasarana  merupakan  faktor  pendukung  yang memungkinkan  warga  sekolah  berkontribusi  secara  maksimal dalam  peningkatkan  mutu  pendidikan.  Sarana  dan  prasarana pendidikan bisa disebut dengan fasilitas sekolah. Fasilitas sekolah merupakan  suatu  usaha  yang  mencerminkan  pelaksanaan kurikulum  secara  lancar sehingga  peserta  didik  mendapatkan pengalaman  belajar  dan  latihan  keterampilan  kejuruan  yang memadai.
Kualifikasi lulusan yang kompeten dapat terbentuk apabila sarana dan prasarana dapat tersedia dengan baik. Ketersediaan ini harus sesuai dengan standar yang sudah diberikan oleh Pemerintah. Permendiknas Nomor 40 tahun 2008  tentang Standar Sarana Prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) pasal 4 (Peraturan Menteri, 2008:4) dijelaskan bahwa Penyelenggaraan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) wajib menerapkan standar sarana dan prasarana Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, selambat-lambatnya 5 (lima) tahun setelah Peraturan Menteri ini ditetapkan
Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 129a/u/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan (SPM) untuk SMK Pasal 4 ayat 2 (Keputusan Menteri, 2004:5) yang salah satu menjelaskan bahwa 90% sekolah harus memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan secara nasional. Pengadaan suatu bengkel dan laboratorium, lebih dari pada sekedar mendirikan bangunan sebagaimana membangun sebuah ruangan pembelajaran teori. Perancangan yang matang dengan memperhatikan kemungkinan restrukturisasi ruangan merupakan hal yang cukup memerlukan pemikiran, mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bergerak dengan cepat, sehingga ruangan bengkel dan laboratorium dapat dengan mudah diatur kembali jika mendapat peralatan baru.
Dalam merencanakan dan mengembangkan fasilitas yang dibutuhkan di SMK harus memperhatikan beberapa faktor penentu perencanaan dan pengembangan fasilitas adalah sebagai berikut: (1) Tujuan kurikulum; (2) Pembelajaran; (3) Jenis dan jumlah ruang yang diperlukan; (4) Jumlah siswa yang akan dilayani; (5) Jumlah, ukuran ruang, dan layout laboratorium; (6) Jenis dan jumlah perabot rumah tangga (furniture) yang diperlukan; dan (7) Jenis dan jumlah alat, equipment, tools, dan bahan yang diperlukan
Sarana dan prasarana (fasilitas) Pendidikan Kejuruan, adalah sesuatu yang diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan, meliputi: (1) tanah: jalan, halaman, kebun, lapangan; (2) Gedung: ruang kelas, laboratorium, bengkel, kantor, ruang pendukung, gudang; (3) Perabot:  lemari, meja-kursi, filing cabinet, tempat penyimpanan barang; (4) Infra  struktur: listrik, air, gas, telpon, internet ;dan (5) Alat dan Bahan: equipment, instrument, tools bahan habis untuk pelaksanaan praktik kejuruan.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 40 tahun 2008 tentang standar sarana dan prasarana SMK/MAK bahwa sebuah SMK/MAK sekurang-kurangnya memiliki prasarana yang dikelompokkan dalam ruang pembelajaran umum, ruang penunjang, dan ruang pembelajaran khusus. Selanjutnya pada butir 3 menyebutkan bahwa ruang pembelajaran khusus meliputi ruang praktik sesuai dengan program studi keahlian beserta peralatan standar yang harus ada di dalamnya.
Sarana dan prasarana pembelajaran SMK harus memenuhi standar layak dan laik untuk digunakan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Standar sarana dan prasarana SMK program studi keahlian teknik komputer dan informatika mengacu pada permendiknas nomor 40 tahun 2008.  Ketentuan yang harus dipenuhi oleh bengkel kerja yang baik adalah sebagai berikut: (1) kesempurnaan dari semua faktor yang berpengaruh terhadap tata letak bengkel; (2) pemanfaatan alat (mesin), tenaga kerja (personal) dan ruang bengkel; (3) pengaturan tata letak yang memudahkan pelayanan (fleksibel); (4) dapat berlaku bagi rencana perubahan produk; (5) keteraturan dan kebersihan yang terjaga; dan (6) keselamatan kerja dan lingkungan harus diutamakan.
Persyaratan pokok  bengkel kerja SMK adalah: (1) Panas (heat) untuk ruangan elektronika standar suhu ruangan 22 oC sedangkan ruangan manufaktur 20 oC. untuk laboratorium komputer suhu ruangannya 22 oC; (2) Pencahayaan (lighting) 300-500 lux. Efek radiasi cahaya, iluminasi cahaya akan memberikan dampak terhadap proses belajar mengajar; (3) Bunyi, suara, dan kebisingan (noise) merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam kegiatan belajar mengajar. Standar yang harus dipenuhi adalah 70-140 decibles; (4) Warna (color) memberikan dampak pada refleksi cahaya yang ditimbulkan, serta memberikan dampak psikologis terhadap proses pembelajaran. Warna yang dipilihkan harus memberikan ketenangan dan rasa nyaman; (5) Tata letak bengkel kerja praktik harus dijabarkan berdasarkan konsep pedagogik.
Mengacu pada tujuan dari program studi keahlian teknik komputer dan informatika, maka ruang pembelajaran khusus yang diperlukan (bengkel/laboratorium) sebagai sarana belajar praktik kejuruan siswa adalah minimal terdiri dari: (1) Ruang pengembangan software; (2) Area/Ruang praktik rekam suara dan video untuk kompetensi keahlian multimedia dan animasi; (3) Ruang perawatan dan perbaikan komputer; (4) Ruang praktik instalasi jaringan untuk kompetensi keahlian teknik komputer dan jaringan; (5) Area kerja mekanik teknik elektro; (6) Area kerja/Studio Web Design; (7) Ruang penyimpanan dan instruktur.
Ukuran minimal dari masing-masing ruangan seperti ditetapkan dalam standar sarana dan prasarana SMK yang mengacu pada permendiknas no. 40 tahun 2008 yaitu kapasitas untuk 16 peserta didik, dengan luas minimum 64 m2 dan lebar minimum 8 m. area kerja untuk masing-masing siswa adalah 4 m2/siswa. Selanjutnya standar alat-alat yang diperlukan pada masing-masing ruang praktik juga diatur dalam permendiknas nomor 40 tahun 2008.
Bengkel dan laboratorium berbeda dengan ruang belajar teori, yang sudah cukup dengan tersedianya papan tulis, meja dan kursi guru dan siswa, lemari penyimpanan ATK dan bahan pembelajaran, dan ventilasi udara dan pencahayaan alami dan buatan. Lebih dari itu diperlukan beberapa sarana pendukung antara lain, tempat demonstrasi guru, tempat praktik siswa, alat-alat dan bahan praktikum, ruang penyimpanan alat dan bahan, sarana air bersih, ruang toolman, ruang administrasi, proyektor, sarana K3, ruang ibadah, rest area, toilet dan pada pengerjaan tertentu memerlukan sistem sirkulasi udara yang memadai. Khusus untuk area kerja program studi keahlian teknik komputer dan informatika memerlukan pengaturan suhu yang memadai, kebersihan dan keteraturan yang terjaga dengan baik, sumber daya listrik yang cukup, serta pencahayaan yang baik. Selain itu pula untuk mendukung pembelajaran diperlukan dukungan teknologi komunikasi dan informasi atau Information Communication dan Technology (ICT) yang optimal.

Pengalaman Prakerin Siswa SMK

Menurut Oemar Hamalik (2008:  29), pengalaman adalah sumber pengetahuan dan keterampilan yang bersifat mendidik dan terintegrasi dalam tujuan pendidikan. Pengalaman mampu memberikan tambahan wawasan bagi peserta didik sehingga menjadi bekal pengetahuan dan keterampilan baru. Pengalaman terbentuk sebagai akibat dari pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya selama jangka waktu tertentu. Seseorang dikatakan berpengalaman apabila telah memiliki tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dan memadai sesuai dengan bidang keahliannya. Selanjutnya.
SMK/MAK mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menciptakan tenaga kerja yang berkualitas sehingga sekolah berupaya memfasilitasi program-program latihan yang berbasis dunia kerja. Program yang wajib dilaksanakan di SMK/MAK untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah melalui Pendidikan Sistem Ganda (PSG), yang saat ini lebih populer dengan istilah Praktik Kerja Industri (selanjutnya disebut prakerin).
Dalam kamus besar bahasa Indonesia menjelaskan bahwa kata praktik berarti “pelaksaan secara nyata apa yang disebut dalam teori”. Prakerin merupakan model pelatihan kerja yang dilakukan langsung di industri untuk mengaplikasikan kompetensi yang didapatkan di sekolah serta mempelajari kompetensi yang belum didapatkan disekolah karena keterbatasan alat, serta untuk mendapatkan pengalaman kerja sesuai dengan kompetensi yang dikuasai oleh siswa SMK. Prakerin yang sering disebut On The Job Training (OJT), merupakan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kecakapan yang diperlukan dalam pekerjaan teretentu sesuai dengan tuntutan kemampuan bagi pekerjaan (Bondan Arum Pratiwi, 2009: 16).
Prakerin disebut juga sebagai pendidikan sistem ganda (PSG). Dalam permendiknas No.323/U/1997 tentang pedoman teknik pelaksaan PSG pada SMK disebutkan bahwa “prakerin adalah praktik keahlian produktif yang dilaksanakan di industri atau perusahaan yang berbentuk kegiatan mengerjakan produksi/jasa (Estiko Suparjono, 1999: 259). Pengertian  PSG  menurut  Keputusan  Menteri  Pendidikan  dan Kebudayaan  No.323/U/1997  (Estiko  Suparjono,  1999:  256), mendefinisikan.  PSG merupakan  bentuk penyelenggaraan  pendidikan  keahlian  profesional  yang  memadukan pendidikan di  sekolah dan  pelatihan  penguasaan  keahlian  yang  diperoleh melalui  kegiatan  praktik  kerja  langsung  di  Dunia  Usaha  dan  Industri. Dapat disimpulkan dari pendapat Muliati A.M (2007:9) bahwa PSG merupakan salah satu strategi mendekatkan peserta didik ke dunia kerja.
PSG  (dual  system)  sudah  berkembang  lama dibeberapa  Negara,  di  Indonesia  pendekatan  PSG dimulai  pada  tahun 1994. Semenjak  itu  PSG sebagai kajian yang tak terpisahkan dari kebijakan “link and match” yang  implikasinya  berupa  prakerin  dijadikan  pola  utama penyelenggaraan kurikulum SMK di Indonesia
Prakerin merupakan kegiatan wajib ditempuh oleh siswa SMK yang dilakukan di dunia usaha/dunia industri. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Prosser (1949) dalam Prosser’s Sixteen Theorems on Vocational Education yang dalam point ke enam menyebutkan:Vocational trainging will be effective in proportion as the spesific training experiences for forming right habits of doing and thingking are repeated to the point the habits developed are those of the finished skills necessary for gainful employment”. Yang maknanya bahwa sekolah kejuruan akan efektif hanya jika siswanya diperkenalkan dengan situasi nyata untuk berfikir, berperasaan, berperilaku seperti halnya pekerja di industri di mana siswa akan bekerja setelah lulus”.
Keputusan   Menteri No.323/U/1997 menyebutkan bahwa  tujuan prakerin  adalah  kemampuan  yang  telah  didapatkan  peserta didik  dari  proses  pembelajaran  disekolah  diterapkan  atau diimplementasikan  secara  nyata  di  Dunia  Usaha/Dunia  Industri  sehingga tumbuh etos kerja atau pengalaman kerja. Dapat disimpulkan tujuan utama program  prakerin mengoptimalkan  hasil  pembelajaran  pada pendidikan kejuruan di sekolah dengan pengalaman kerja di Industri untuk mencapai tujuan pendidikan kejuruan secara maksimal.
Prakerin terkait dengan metode belajar work based learning (selanjutnya disingkat WBL) atau belajar di tempat kerja. Paris dan Mason dalam Sukarnawati (2011: 76) menjelaskan pentingnya mengaitkan work based learning dengan school experience. Ia mengemukakan bahwa work based learning merupakan bagian esensial dari masa transisi school to-work sebab WBL menyediakan suatu dimensi realitas bahwa sekolah sendiri mengalami kesulitan dalam membekali siswa. Pengalaman kerja dalam masyarkat telah menjadi bagian integral dari pengalaman transisi school to-work bagi siswa.   
Prakerin merupakan langkah nyata (substansial) untuk membuat sistem pendidikan dan pelatihan kejuruan lebih relevan dengan dunia kerja. Prakerin memberikan pengalaman belajar kepada siswa untuk mempraktikkan ilmu dan keterampilan yang sudah diperoleh di sekolah serta mendapatkan kompetensi dan pengalaman kerja sesuai dengan keadaan nyata di tempat kerja. Prakerin memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pelajaran yang kompleks dan mempelajari skill yang penting di tempat kerja dalam lingkungan yang riil.
Sukarnawati (2011: 75) menyimpulkan bahwa kesempatan yang diberikan kepada siswa melalui prakerin mendukung siswa untuk belajar tentang karir dan pengembangan keterampilan dalam setting dunia kerja. Siswa yang mengikuti program prakerin dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka peroleh di sekolah ke dalam tugas-tugas kinerja yang nyata di tempat kerja.
Selama siswa prakerin, guru pembimbing melakukan pemantauan kegiatan siswa untuk memastikan siswa hadir di tempat prakerin dan membantu siswa dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya di akhir kegiatan prakerin pembimbing industri akan melakukan evaluasi prestasi kerja siswa selama prakerin untuk memberikan masukan kepada siswa apa saja kekurangan-kekurangan siswa dalam penguasaan kompetensi
Faktor eksternal yang menunjang keberhasilan penguasaan kompetensi keahlian di SMK salah satunya adalah program prakerin. Program pembelajaran di industri ini akan  mengantarkan  siswanya mengenal  jenis pekerjaan  yang  sesuai  dengan  kompetensi keahliannya. Melalui penghayatan dalam program  prakerin, siswa akan memperoleh pengalaman bernilai yang akan berpengaruh secara positif yang akhirnya akan membantu  meningkatkan  kompetensi  sesuai  bidang  keahliannya  (Nolker,  1983:  119).  Agar tujuan  prakerin  betul-betul  tepat  sasaran,  maka  diperlukan  pemetaan  yang  matang  antara kompetensi di sekolah dikaitkan dengan kompetensi di dunia kerja, pemetaan dunia industri yang  betul-betul  sesuai  dengan  kompetensi  keahlian  yang  dipelajari  siswa,  program monitoring dan evaluasi yang terencana dan terarah.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman prakerin yang didapatkan oleh siswa adalah berupa: (1) kompetensi kerja yang berstandar industri; (2) penggunakan peralatan-peralatan yang berstandar industri; (3) melaksanakan pekerjaan secara nyata yang sesuai dengan kompetensi yang harus dikuasai berdasar bidang keilmuannya; (4) mendapatkan bimbingan langsung oleh pembimbing yang berpengalaman; (5) merasakan etika dan cara bersosialisasi di tempat kerja; (6) pengelolaan waktu; dan (7) pengembangan karir. Dari keseluruhan pengalaman yang diperoleh di tempat prakerin diharapkan dapat membantu peningkatan prestasi belajar siswa khususnya pada bidang praktik kejuruan sehingga siswa lulus dari SMK sudah siap untuk bekerja dan mengembangkan karirnya.